Pil KB dan Pilkada
Catatan Fajarullah*
"Jangan lagi kau berbicara tentang politik padaku. Aku sudah muak!"
Meletakkan gelas kopi yang isinya tinggal separuh, James Bond mengeluarkan rokok kretek dari saku baju sebelah kiri lalu menyulutnya sebatang.
"Kenapa ucapanmu begitu masam?" tanya Mang Juhai.
"Karena semua janji manis para politisi sama sekali tak sama dengan minum pil KB."
Mang Juhai hampir saja menjawab pernyataan itu tapi kemudian mengurungkannya sebab seorang lelaki mengendarai truk tiba-tiba berhenti di hadapan mereka untuk membeli duku dua kilo. "Legi ora Pak De?" tanya orang itu dan Mang Juhai segera menjawab: "Duku Komering, Mas. Dak usah ragu. Leginyo lebih taraso dari gulo campur madu."
Pembeli itu tertawa kecil lalu meraup tiga buah duku kemudian mencicipi dan menyodorkan uang. "Betul, Mang. Manis tenan," katanya. Mang Juhai mengangguk sambil menyela, "neh, Kamu, Mas. Cak lah kukatokan. Pokoknya dijamin idak akan kecewa,"
"Ini duku, Mas. Getir di luar manis di dalam. Bukan politikus yang justru manis di luar pahit di dalam," sela James Bond.
"Tampaknya kau sedang ada masalah dengan dunia politik?" tanya dia pada James Bond setelah pembeli itu benar-benar berlalu.
"Apa ucapanku tadi masih belum jelas?" jaItuwab James sambil menatapi mobil yang tadi menghampiri mereka dan sekarang makin menjauh menuju Simpang Pematang.
"Kenapa?" kejar Mang Juhai.
"Karena politisi adalah orang-orang yang selalu berjanji akan membangun jembatan meski tidak ada aliran sungai."
"Dan kau kira mereka tidak menyadarinya?"
"Menurutku mereka memang tak peduli."
"Oi, sama saja, Mes. Mereka sebenarnya juga muak dengan kelicikan para pemilih yang terus memberdayakan mental NPWP (Nomor Piro Wani Piro) hingga membuat biaya politik jadi tak terkendali. Citra buruk wajah demokrasi negeri kita juga meluncur ke jurang hitam dan gelap. Kau tahu, karena suaramu sudah dibeli saat pemilihan kemarin, maka sebagai penjual suara kau sebenarnya sama sekali tak punya hak untuk menuntut agar mereka bekerja sebaik yang kau inginkan."
"Anah! Kenapa laju begitu?"
"Karena begitulah hukumnya: ketika kau dengan sengaja mencari keuntungan melalui jalan memperdaya para politisi di masa Pemilu atau Pilkada, maka yang akan menjadi pemenang adalah mereka yang tak mungkin lagi memiliki waktu untuk memikirkan nasibmu sebab nasib mereka sendiri sudah kalian buat babakbingkas!"
"Kau sedang menyalahkanku?"
"Aku sedang mengajakmu berpikir tua sesuai dengan usiamu yang sebentar lagi akan menimang cucu. Kau tahu, kalau dulu Bung Karno dan Bung Hatta serta para pendahulu tidak berpikir tua, mungkin kita tak akan pernah merasakan bebasnya merdeka. Begitu pula dengan yang dilakukan Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, Vaclav Havel di Republik Ceko dan banyak lagi. Mereka adalah rakyat jelata juga yang memilih jalan politik untuk membebaskan negeri dan bangsanya dan itu bukan sekadar menang kalah: takut atau berani. Sebab andai saja mereka memilih hanya berpikir pendek macam kau, mungkin hari ini negara kita sudah jadi tempoyak."
Untuk kedua kali, James Bond kembali menyalakan sebatang rokok sambil menghela napas dan meremas-remas kepala. "Ceramahmu hanya membuatku tambah pening palak," gerutunya.
*Fajarullah adalah penulis yang kini aktif sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Mesuji.
Post a Comment