Politik Lihai Mang Juhai
Catatan Fajarullah*
"Politik adalah nasi goreng pedas dengan telur dua biji," kata Mang Juhai yang tiba-tiba merasa sangat lapar saat waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Hujan rintik-rintik membasahi terpal atap dagangannya sementara kawan yang menemani sudah menguap lebih dari empat kali.
"Bagi saya, politik hanyalah cara menyamakan pandangan yang sampai kiamat tidak akan pernah sama sebelum akhirnya saling sikut lagi lima tahun ke depan," ucap James Bond -- dia orang Semende dan nama ini singkatan dari jeme semende besak di kebon-- kawan Mang Juhai. Sebenarnya dia sangat piawai memainkan jurus kuntau serampang dua belas tapi gara-gara sering melihat Mang Juhai kena marah isteri terutama di pagi hari, dia jadi banyak lupa gerakan jurus itu.
"Tak lebih tak kurang politik hanyalah jalan menuju ke A lalu nyangkut ke B tapi ujung-ujungnya berlabuh ke C," sindir Bik Saodah, isteri Mang Juhai yang sedang menyimpan amarah akibat handphone suaminya kini diberi password dan itu sangat mencurigakan. "Kuingatkan padamu janganlah kau macam-macam denganku kalau tidak ingin melihat kuali panas menghantam kepala!"
Bibir Mang Juhai terurai.
Dan itulah anekdotnya. Tapi bagi saya, politik adalah seni mengolah obrolan untuk meramu semua kemungkinan lalu berupaya mewujudkannya dengan, selain memunculkan semacam kejutan baru, juga memastikan waktu yang tepat untuk saling menyapu jalan. Tak ada proses politik kalau tak saling mengobrol dan tak ada saling mengobrol kalau tidak saling merapatkan jarak. Persoalan yang kerap terjadi adalah, jarak makin terbentuk jika tembok pembatas dipasang kian menjulang hingga definisi politik berubah menjadi soal rasa, bahkan prinsip.
Winston Churchill, Perdana Menteri Britania Raya yang pasca Britania meraih kemenangan dalam Perang Dunia Kedua dia kembali menjabat hingga 1955 berkata: "Beberapa orang mengubah partai mereka demi prinsip sedang yang lain, mengubah prinsip mereka demi partai." Dia seorang politikus dan penulis yang berangkat dari karir perwira militer. Dia berulang kali mengucapkan kalimat itu di sepanjang rentang hidupnya.
"Politik adalah seni mencari masalah, menemukannya di mana-mana, mendiagnosisnya secara salah, dan menerapkan solusi yang salah," sindir penulis buku lucu Beds tahun 1930 yang dua belas tahun kemudian meneruskan buku itu menjadi Many Happy Returns, Groucho Marx. Dia menulis buku itu untuk menyerang pajak dan dia salah satu pencinta cerutu. Terkait hal ini, Marx berkata:
"Jika Anda lupa satu baris, yang harus Anda lakukan hanyalah memasukkan cerutu ke dalam mulut dan menghisapnya sampai Anda memikirkan apa yang telah Anda lupakan."
Sayangnya, Mang Juhai sama sekali bukan penghisap cerutu sejelas itu meski kemarahan istrinya yang acap muncul di pagi hari telah membuatnya tolol mendadak. Berpuluh kalimat yang sudah disiapkan jatuh berguguran bagai daun kering di musim pancaroba. "Sekarang aku jadi pelupa," ucap dia kemudian. "Aku bahkan tak ingat lagi apa kata kunci Handphone itu."
"Password-nya Apaaaa?" pekik isterinya.
"Hanya kau belahan jiwaku."
"Juhaiii!"
*Fajarullah adalah penulis yang kini aktif sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Mesuji.
Post a Comment