Ramadhan, Kisah Hidup Kita
Empat belas abad lalu, pada suatu hari Rasulullah Muhammad SAW pernah sangat terkejut ketika mengetahui salah seorang sahabat, Abu Dujanah, pulang lebih cepat usai shalat subuh padahal itu sama sekali bukan kebiasaannya. Baginda nabi kemudian bertanya apakah dia merasa sudah tak perlu bermunajat lagi dan abu Dujanah mengatakan kalau perubahan sikapnya itu adalah karena sebatang pohon kurma milik tetangga yang dahannya menjuntai di pekarangan rumahnya.
"Beberapa hari lalu, sepulang aku dari masjid, anakku terbangun lebih cepat dan kulihat dia tengah memakan buah kurma dari pohon milik tetanggaku yang menjuntai itu. Aku bergegas mendatangi untuk mengeluarkan kurma itu dari mulutnya hingga akhirnya ia menangis karena masih merasa lapar dan aku tak bisa lagi menahan air mata," ucap Abu Dujanah.
Mendengar itu Rasulullah SAW seketika menggigit bibir. Kedua matanya basah. Wajahnya gemetar. Dia kemudian bergegas menemui tetangga Abu Dujanah yang ternyata seorang munafik yang kikir dan menyatakan ingin membeli pohon kurma itu. Sang tetangga sempat menolak bahkan meski Rasulullah menjanjikan akan menggantinya dengan pohon yang lebih baik di surga. Beruntung, Abu Bakar yang tiba beberapa saat kemudian segera memutus perdebatan itu dengan bergegas membayar tunai pohon kurma itu.
Malamnya, saat semua orang sedang terlelap, Allah diam-diam memindahkan pohon kurma itu ke halaman rumah Abu Dujanah dengan tanpa sepengetahuan siapapun hingga saat sahabat nabi itu terjaga, ia sangat terkejut. Tak henti-henti dia melangitkan takbir atas semua hal di luar rencana yang kelak akan terus dicatat dalam sejarah sebagai peristiwa pembelajaran bagi kaum muslimin hingga akhir zaman.
Kisah-kisah yang kuat dengan plot seperti itu tentu berjumlah tidak sedikit dengan berbagai versi dan tokoh yang hidup di zaman Baginda Nabi. Semuanya untuk menyampaikan satu pesan penting: membangun sejarah diri sendiri tidak selalu harus berawal dari hal-hal yang pernah terpikirkan dan itulah makna Ramadhan.
Cepat atau lambat, kita pasti akan berada dalam situasi baik buruk atau mungkin tidak sama sekali. Sebab di sisi kehati-hatian, mungkin kita tidak sekuat Abu Dujanah meski kita terus berusaha menebarkan harapan sedaya yang kita punya. Bagaimanapun, akan ada banyak kisah yang segera akan kita lalui setelah ini dan itu terkait sejauh apa Allah kita tempatkan selama rentang sebulan kemarin, juga seserius apa.
Kita tentu tak ingin menjadi kecewa sebagaimana seorang sufi Bayazid yang ingin mengubah dunia di usia muda namun harus berakhir dengan penyesalan yang panjang di masa tua. Dia lantas berkata pada tuhan:
“Ya Tuhanku, sekarang aku sudah tiba pada titik yang tepat untuk menyadari kekeliruan dengan satu kesimpulan: berilah aku kekuatan untuk mengubah diri sendiri.” (*)
Begitulah.
*Fajarullah adalah Ketua DPC PPP Kabupaten Mesuji.
Post a Comment