Pada Masanya
Pada masanya
jalan tak biasa itu akan kita lewati dengan sedikit kata
seperti angin saat ia berbisik pada petang
atau seperti embun ketika ia terlelap di paruh malam.
Kita akan mencintai waktu
dengan cara sederhana
di bawah titik gerimis yang kecil rinainya
tapi tercurah tak sudah-sudah.
Akan kita sebut nama-nama bunga
lagu tentang kicau burung yang salah arah
juga cuitan serangga lelaki yang menepi di pekat jalan.
"Aku akan jadi peluru," katamu.
Sebab baju ayah kita bukan sutera tirai bambu;
perempuan yang melahirkan kita
hanyalah bayang-bayang mimbar
saat lidah-lidah api berpidato di jalan hingar;
kita memang tak lahir oleh raungan mesin atau deru pohon tumbang.
"Angin pesisir akan menuntun mimpi tanpa alas kaki," ujarmu
menyusuri keyakinan lelaki Way Kanan pada semua kutuk dan luka
di atas tanah lembab
tanpa bercak debu.
Pada masanya
jalan tak biasa itu
akan kita lewati
seperti katamu di kamar itu; terus membawa masa
berkelindan dalam manis kata-kata.
Kelak saat musim mengganti daun dan putik menemui takdirmya
kita akan menjadi lelaki tanpa amarah: berjalan dalam hingar kota
di bawah sinar matahari jingga yang bisu.
Baradatu, 2 November 2022
Fajar Mesaz adalah penulis, jurnalis dan aktivitas. Tinggal di Mesuji.
Post a Comment