Header Ads

Surga Mesuji di Jantung Desa Tua (Bag.2/Habis)


TempoIndonesia.net. Femi mengatakan bahwa memperjuangkan desa tua tidak mungkin dilakukan sendiri. Selain itu, sikap membuka diri adalah jalan agar orang luar bisa merasa nyaman untuk datang.

Usai menanggapi sejumlah pertanyaan yang lebih banyak mengarah pada persoalan infrastruktur, Jhon dan Femi kemudian berpamitan tapi Kades Mahmud menahan.

"Orang rumah sudah mempersiapkan makan sejak pagi," kata Kades Mahmud. "Saya harap Bapak-bapak berkenan mampir sejenak."

Tak ada pilihan, Jhon dan Femi serta rombongan kecil yang mengikuti, akhirnya benar-benar merasakan bersantap di atas Sungai Mesuji. Saat akhirnya kembali berpamitan, sebelum mobil benar-benar bergerak, Femi kembali berseru: "Kita cek lokasi abrasi Desa Tanjung Harapan!" 

Jhon lantas menjawab: "Kakak duluan. Saya belum tahu lokasinya."

Mobil pun kembali bergerak.


Desa yang dimaksud Femi adalah sebuah pemukiman tua di sebelah Utara yang sempat kami kunjungi dalam reses sebelumnya, berbatasan langsung dengan Desa Sri Tanjung. 

Sepanjang jalan saat meninggalkan Kagungan Dalam, hamparan rawa kosong membentang di sisi kanan dan kiri dan kami melewati jalan tanah berkoral dengan segenap ketakjuban. Air yang mengalir pada anak sungai sebelah kiri kami terlihat jernih dan alami dengan rimbunan kayu gelam berusia muda yang membentuk belukar perawan. 

Saya bergumam pada Jhon bahwa kondisi ini hanya menunggu tangan-tangan visioner untuk menjadikannya sebagai surga di jantung desa tua Mesuji. Dan Jhon, dengan anggukan kepala berulang kali, tampaknya sedang bersepakat dengan pendapat itu. 

Setiba di lokasi, kami pun segera tahu kalau titik yang dimaksud adalah jalur jalan masuk  ke Desa Tanjung Harapan yang sisi Kanannya di batasi sebuah anak sungai, memanjang beberapa ratus meter hingga ke Sungai Mesuji. Titik abrasi di sisi itu memang sempat dikeluhkan oleh Dinus Efrika, Kades desa setempat, dalam agenda reses sebelumnya.

Pada Femi dan staf Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang ikut dalam kegiatan itu, Jhon lantas berucap: "Memang bisa putus kalau terus dibiarkan," dan Femi kemudian menjawab, "ya."


Kades Tanjung Harapan, Dinus Efrika, pada reses sebelumnya memang tak bisa menyembunyikan kegundahan atas abrasi tersebut dan karena itu, ia meminta agar turut mencarikan solusi sebelum keadaan semakin parah.

"Keberadaan jalan itu benar-benar sangat vital," kata Dinus. "Terutama sebagai akses mengangkut barang keluar masuk desa."

Seperti halnya Kades Kangungan Dalam, di samping abrasi, Dinus juga mengeluhkan buruknya kondisi signal yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

"Untuk berkomunikasi dengan handphone, kami harus berkeliling mencari signal dan itu benar-benar terasa menyulitkan saat ada keperluan mendesak,"  terang Dinus.

Di Tanjung Harapan, kegiatan reses dilakukan di halaman rumah Dinus yang sempit dan hanya berdinding pagar. Tak ada balai desa di desa ini. Dengan kondisi pemukiman yang sangat padat dan jalan desa yang lebih menyerupai jalan setapak, melaksanakan kegiatan dalam kapasitas banyak orang benar-benar adalah sebuah persoalan tersendiri.
"Balai desa baru masih berbentuk kerangka," kata Dinus. "Hal ini juga selalu jadi pemikiran saya dan aparatur."

Dari Tanjung Harapan, kami kemudian bergerak ke Desa Sri Tanjung dan balai desa masih terlihat sepi saat kami tiba. Atas kesepakatan Jhon dan Femi, kami kemudian memutuskan untuk singgah ke rumah Kades desa itu, Mat Kalu, yang  bisa dibilang jauh lebih baik sebab berada di daratan dan sama sekali tidak menyentuh sungai. 

Ditemani suguhan khas desa tua Mesuji, pempek dan kerupuk ikan, kami menyempatkan bercengkrama dengan Kades Mat Kalu selama beberapa waktu. Dia adalah sosok paruh baya yang tampak lebih matang dibanding dua Kades sebelumnya yang masih berusia muda. Pada Jhon dan Femi, Kades Mat Kalu menyampaikan kondisi sulitnya signal yang saat ia mengemukakannya, kami segera berpikir bahwa keadaan ini tampaknya adalah keluhan utama bagi tiga desa tua di lokasi ini selain infrastruktur.

"Saya sendiri  menggunakan WiFi di rumah," kata Kades Mat Kalu. "Tapi itu pun tidak bisa maksimal kecuali waktu tengah malam."

Pada beberapa titik di sekitar rumah itu, tampak terlihat barisan rumah permanen berbentuk seragam dari bantuan program bedah rumah Pemkab Mesuji. Tersusun apik dan rapih, saling berhadapan, tampak seperti sebuah kompleks. Kondisi ini terasa sangat berbeda dengan rumah Kades Kagungan Dalam dan Kades Tanjung Harapan yang berada di pesisir dan membelakangi Sungai Mesuji.

Dari kediaman Kades Mat Kalu, kami kembali ke Balai Desa selang beberapa menit kemudian dan seperti sebelumnya, Jhon dan Femi berulang menegaskan pentingnya bergerak bersama untuk membangun desa-desa tua. 

Jhon berkata: "Bersama Kak Femi, kami sudah bersepakat untuk mencoba konsen mengawal pembangunan desa tua terutama di bidang infrastruktur jalan."

"Jadi PR Khusus," kata Femi dan kondisi itu segera disambut dengan ungkapan doa.

Laporan: F1

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.