Surga Mesuji di Jantung Desa Tua (Bag.1)
Saat kami tiba, waktu telah menunjukkan pukul 14.41 WIB dan Kepala Desa Kagungan Dalam, Mahmud, segera menyambut dengan wajah ramah, langkah pelan dan mimik tenang. Sesaat setelah duduk, ia segera menceritakan kondisi desa itu dengan sama sekali tak terlihat kalau ia, dengan semua keluh kesah itu, sesungguhnya sedang berpikir keras.
Jhon menatap wajah itu sambil sesekali mengangguk atau menimpali lalu keduanya saling tatap selama beberapa detik.
"Pembangunan desa-desa tua adalah tanggungjawab bersama, Pak Kades. Termasuk tanggungjawab saya juga," kata Jhon.
"Usia desa kami ini sebenarnya sudah sangat tua," ujar Mahmud. "Tapi sayangnya pembangunan sarana prasarana di sini masih belum sebanding dengan usia itu."
Diskusi ringan kemudian mengalir layaknya riak sungai Mesuji di sisi kanan tempat keduanya duduk. Matahari masih menyengat. Udara pesisir menyapa hamparan sungai. Sepasang sepeda motor muncul dari ujung jalan lalu melewati bagian belakang balai dalam kecepatan rendah kemudian berbelok ke sisi Timur yang sesak pemukiman terapung.
Sepuluh menit berselang, Femi Yusapila, Anggota Komisi III DPRD Mesuji kolega Jhon, tiba di lokasi dan langsung menuju balai. Salah seorang apartur kemudian bergegas menuju masjid yang berada tak jauh dan sebuah pengumuman segera terdengar setelahnya:
"Diberitahukan kepada semua warga Desa Kagungan Dalam, baik yang jantan atau betine, yang tua atau yang muda, singgei gegalei. Dimohon agar segera hadir di balai serbaguna sebab para anggota dewan kita sudah datang dan acara akan segera dimulai!"
Tak perlu menunggu lama, setelah pengumuman itu berakhir, satu per satu warga masyarakat Kagungan Dalam mulai berdatangan --terutama kaum ibu. Mereka mengambil tempat di kursi yang telah dipersiapkan sambil menggendong bayi atau bersama anak-anak usia balita.
Angin darat terus menyisir lajur sungai dari arah Utara saat pembawa acara mulai membuka acara. Kursi-kursi sudah penuh. Sebagian kaum lelaki yang tidak mendapat tempat memilih duduk di teras rumah terdekat dengan sebatang rokok kretek yang dinyalakan.
Signal Sulit, Akses Luar Terhambat
Mendapatkan kesempatan pertama, Kades Mahmud kembali mengungkapkan mimpi besarnya seraya mengajak masyarakat untuk ikut berinteraksi. Dia juga mengungkapkan prihal sulitnya signal yang menjadi penghambat akses Desa Kagungan Dalam pada dunia luar.
Atas hal ini, Jhon mengatakan bahwa pada reses-reses mendatang ia dan beberapa rekan sesama anggota DPRD akan berupaya untuk sering mengajak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memotret kondisi riil lebih dekat terutama bidang infrastruktur.
"Terkait Singal, kita akan coba berkomunikasi dengan Kominfo atau Ekbang, atau kalau perlu nanti mereka kita ajak sekalian ke sini," Jhon meyakinkan.
Femi Yusapila, yang mendapatkan kesempatan berikutnya ikut menekankan pentingnya mengawal pembangunan di desa-desa tua. Ia bahkan mengatakan kalau bagi dia, Kagungan Dalam adalah tanah kelahiran buyutnya.
"Karena itu saya tentu memiliki kewajiban dan berkomitmen untuk ikut memajukan terutama untuk hal yang bersifat menunjang perekonomian masyarakat."
Femi juga menegaskan pentingnya semua pihak membuang opini buruk terkait keberadaan desa tua yang salah satunya bisa dilakukan dengan menggali potensi destinasi wisata desa spesifik.
"Buatkan perdesnya, gali potensinya, lalu kita gerakan sama-sama," tegas Femi.
BERSAMBUNG
Laporan: F1
Post a Comment