Menakar Cetar Sulpakar
Oleh Fajarullah*
LEWAT sambungan telpon, Camat Mesuji, Taufik Widodo, berusaha meyakinkan saya sesaat setelah saya meminta waktu untuk bertemu dan itu terkait penggalian statement Penjabat (Pj) Bupati Mesuji, Sulpakar, saat melakukan kunjungan ke makam Pangeran Muhammad Ali bin Pangeran Djugal atau Pangeran Mad di Desa Wiralaga Kecamatan Mesuji. Seseorang menyarankan agar saya menghubungi dia setelah sempat mencari data dari beberapa sumber dan saya akhirnya benar-benar memaknai definisi komunikasi itu secara mengalir sebab memang sudah agak lama tak lagi melakukannya dengan Camat Taufik Widodo.
"Nggak juga harus ketemu, Om. Lewat handphone kan bisa. Kayak dengan siapa aja," kata Camat Taufik dengan nada cukup serius.
Keputusan Pj. Bupati Mesuji, Sulpakar, untuk menziarahi makam pendiri Kabupaten Mesuji itu --mengambil istilah dari buku Etnografi Marga Mesuji terbitan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mesuji, 2013-- sesungguhnya adalah hal yang sarat pesan moral yang sedikit banyak bisa dimaknai sebagai spirit membangun Mesuji atas sisi yang berbeda. Itulah kenapa saya merasa terdorong untuk memotret dari sisi yang lain bahwa, Pangeran Mad adalah tokoh pendahulu Mesuji yang sudah tersemat sedemikian menyakinkan, sosok pemancang tonggak peradaban, figur pemersatu atas lahirnya generasi demi generasi setelahnya hingga kehidupan penuh makna terus dinyalakan. Lebih dari itu, ungkapan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pendahulu adalah pesan yang sangat relevan untuk terus digaungkan sebab sebelum ini, sangat sedikit yang mau mengedepankannya.
Atas dasar itu, saya kemudian berpendapat: mengulas upaya Sulpakar dalam hal penghormatannya pada Pangeran Mad secara spesifik sejatinya adalah pilihan tak kalah bernas meski saya sempat kebingungan sebab tidak memiliki referensi yang memadai untuk melakukannya. Saya bahkan tak menemukan ulasan secara substansial setelah melakukan pelacakan melalui mesin pencarian google kecuali beberapa lembar foto dengan narasi penjelasan seadanya. Padahal, pergerakan yang menitipkan pesan kepekaan dalam sebuah kunjungan kerja yang kemudian dibumikan semacam ini, dalam konteks usia Mesuji yang terus beranjak, justeru adalah sudut yang relevan untuk dijadikan sebagai arah dan peta jalan.
"Pak Bupati juga menyempatkan untuk mengunjungi rumah tua peninggalan Pangeran Muhammad Ali di Wiralaga I," kata Camat Taufik seraya menambahkan bahwa pasca itu, Sulpakar akhirnya mengambil sikap bulat untuk menggelontorkan dana renovasi dan perawatan rumah bersejarah itu sebagai cagar budaya pada Tahun Anggaran 2023 mendatang.
Tentu saja itu bukan pertimbangan sepihak: ini adalah wujud kepekaan dan kepedulian terhadap nilai dan budaya atas sebuah tapak sejarah di jantung desa tua. Dengan melibatkan sejumlah pejabat, Sulpakar bahkan menyempatkan diri berziarah ke makam Pangeran Mad kemudian melakukan tabur bunga dan melangitkan munajat, juga menautkan jalinan cinta berupa penyaluran tali asih pada keluarga ahli waris yang terus menjaga dan merawat makam sang pendahulu dengan penuh cinta.
"Komplek pemakaman Pangeran Mad ini, termasuk makam istri dan saudara kandung beliau, harus menjadi perhatian serius sebagai bentuk penghormatan atas mereka yang telah memancangkan tapak sejarah atas bumi Mesuji," ucap Sulpakar dengan suara mencetar, agak gemetar, di ambang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 77, di hadapan makam sang Pangeran (10/08/22).
Hanya selesai sampai di sini? Tidak!
Terkait akses pendidikan tingkat menengah di sekitar lokasi makam, Sulpakar kemudian menegaskan komitmen untuk mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam tempo sesingkat-singkatnya.
"Akan kita bangun di sini, di desa ini!" kata dia dan ucapan itu tak bisa disebut isapan jempol sebab dalam kapasitas berbeda, faktanya, ia juga adalah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung yang menaungi sekolah SMA.
Menyambut lontaran komitmen Sulpakar itu, Indra Kusuma Wijaya, Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Mesuji yang turut mendampingi serta merta mengangkat tangan dan berkata: "Saya siap menghibahkan tanah sebagai lokasi calon SMA itu!"
Kontan saja, lontaran spontan Indra Kusuma Wijaya segera disambar oleh suara tepuk tangan seketika dan itu adalah suara yang muncul bahkan dengan tanpa aba-aba.
Berselang 5 hari kemudian, 15 Agustus 2020, Tim survey Dinas Pendidikan Provinsi Lampung benar-benar mendatangi calon lokasi dan tak ada tujuan utama yang membuat mereka hadir secara khusus kecuali bahwa, mereka sengaja datang untuk melakukan peninjauan dan pemetaan lokasi.
Sulpakar juga menyisir Desa Wiralaga sampai Desa Sidomulyo sebagai wilayah Mesuji bagian bawah dan segera mengagendakan dalam waktu dekat kunjungan atas Desa Tirtalaga hingga Desa Suka Maju yang berada di wilayah Mesuji bagian atas.
"Dan terkait akses jalan provisi menuju Desa Wiralaga, kita akan segera berkoordinasi dengan Pemprov, secepatnya!" tegas Sulpakar dengan suara penuh cetar, membakar, bahkan terdengar agak vulgar.
Diam-diam, dalam hati saya mulai berpikir, mungkin, begitulah makna semangat ketika ia menemukan ruang untuk benar-benar diekspresikan bahkan meski dengan nada paling sopran.
Begitulah.
*Fajarullah adalah novelis Mesuji dengan nama pena Fajar Mesaz. Aktif sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah dan editor TempoIndonesia.net.
Post a Comment