Header Ads

Meneropong Nahkoda Mesuji 2024 (Bagian 2/Habis)

TempoIndonesia. Fuad juga mengajak semua pihak untuk mengedepankan politik kultur dan meninggalkan politik identitas.

"Bagaimanapun, sudah waktunya kita mulai  mengedapankan pola kulturisasi," ujar dia.

Berbeda dengan Fuad, anggota DPRD yang juga Sekretaris DPD II Partai Golkar Mesuji, Parsuki, menyoroti pentingnya pemimpin Mesuji mendatang memiliki jaringan yang baik hingga ke pusat.

"Tidak bisa hanya ngomong APBD kita kecil tapi tidak berupa apa-apa: jemput bola! Itu yang penting. Dan karenanya ia harus memiliki jaringan yang baik, konsisten pada visi dan misi, memiliki program kerja yang selaras dengan RPJMD dengan kebijakan benar-benar jelas," ucap Parsuki.

Ditanya penilainya terhadap pembangunan Kabupaten Mesuji setelah 14 tahun berdiri, Parsuki menyebutkan saat ini, Mesuji baru layak diberi nilai 3.

Pasca Parsuki, Apri dan Jhon Tanara menghentikan diskusi sejenak untuk menikmati suguhan akustik  oleh vokalis Komunitas Musik Mesuji (Kommes), Ardan.
"Agar kita tidak tegang," kata Jhon dan diskusi kembali berlanjut setelah tembang lawas Ardan usai disenandungkan. Pembicara berikutnya adalah Ketua DPC Partai Demokrat Mesuji, Budi Susanto:

"Pemimpin ke depan harus sosok yang benar-benar mampu mengatasi beragam persoalan yang terjadi selama ini," kata Budi.

Dia juga menyebutkan bahwa dalam konteks ini, persoalan paling krusial adalah konflik agraria.

"Setidaknya agar kita tidak terus menerus dihadapkan pada persoalan konflik yang sama dari waktu ke waktu," imbuh Budi.

Desta Ardianto, Sekretaris DPC PDIP Mesuji yang mendapat giliran selanjutnya mencoba menyoroti kondisi Pandapatan Asli Daerah (PAD) Mesuji yang memang terbilang kecil. Dikatakannya, kondisi ini pasti akan berlangsung terus menerus kecuali pemimpin ke depan mau berinovasi dan visioner.

"Salah satunya mungkin bisa dengan memaksimalkan tatakelola CSR. Kita tahu, perusahaan di Mesuji ini cukup banyak yang kondisi itu, semestinya harus berbanding lurus dengan jumlah CSR yang harus dikeluarkan perusahaan sebagai sumber PAD," ujar Desta.

Dalam konteks nahkoda Mesuji  ke depan, Desta lebih sepakat pada apa yang akan dilakukan dan bukan tentan siapa dan paparan ini kemudian disambut oleh Ketua Badan Kerjasama Antar Gereja Mesuji Juan Situmeang yang mengatakan bahwa, dalam perspektif apapun, pemimpin harus mau menderita.

"Pesan ini juga pernah disampaikan oleh sosok pendahulu dan pahlawan negeri ini yakni Haji Agus Salim," kata Juan. "Jadi, sepanjang para calon pemimpin kita ke depan tak mengadopsi konsep ini, maka apa yang kita bicarakan malam ini, pada dasarnya adalah nonsens!"

Karena itu, masih menurut Juan, ukuran kebangkitan Mesuji ke depan pada akhirnya terletak pada apakah sosok pemimpin itu mau mengorbankan kepentingannya demi masyarakat banyak atau justru sebaliknya. 

Agus Setio, mantan ketua DPD PAN Mesuji yang juga sempat hadir, memotret peran nakhoda Mesuji atas dua hal:

"Pertama dia harus menjadi solidarity maker untuk membendung monarki;  kedua dia jugasiap berkorban. Setidaknya ini yang coba saya pahami ketika saya mencalonkan diri sebagai wakil bupati Mesuji berpasangan dengan Iskandar Maliki, beberapa tahun lalu," terang Agus.

Diskusi yang terus berpacu dengan angin malan itu berakhir dengan closing statement beberapa pembicara sebelum akhirnya ditutup dengan berkumandangnya lagu Bagimu Negeri.

Sempat juga terlontar beberapa usulan agar kegiatan serupa bisa kembali digelar meski dengan topik dan tema berbeda dan terhadap hal ini, ketua PDPM, menyerahkannya pada forum.

"Yang terpenting bagaimana kita bisa saling menyamakan persepsi sebab itulah tujuan diadakannya diskusi ini," pungkas Fajar. (*)

Laporan: Tim TempoIndonesia 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.